Minggu, 11 Juli 2021

Antara Apel dan Mangga Apel

Hari itu menjelang sore sekitar pukul 17.00 WIB  tepatnya hari Minggu namun lupa bulannya, istri mengajak saya untuk membeli buah dan sayuran di daerah perumahan dekat tempat tinggal saya. Jaraknya tidak jauh,  hanya membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit jalan kaki. 

Kami pun berjalan kaki sambil menikmati aroma sore hari menjelang senja mentari. Tanpa terasa, sampailah kami di sana,  di sebuah warung yg berisi bukan hanya bahan-bahan dagangan sayur dan bumbu dapur,  tapi juga terdapat beberapa macam buah seperti pepaya, semangka, kelengkeng, pir, anggur, dan tentunya apel (waktu itu hanya ada apel hijau). 

Kami terbiasa dan suka membeli buah di sini karena penjualnya boleh dibilang beda dengan yang lainnya. Para pembeli biasa memanggil si penjual dengan sebutan si Mpok. Beda dengan penjual lainnya karena ketika kami atau pembeli lain memilih buah katakanlah semangka, si Mpok selalu menyarankan, "Jangan ambil yang itu Bang, itu belum matang, nggak merah, banyak bijinya, atau itu gak manis". Lalu dia arahkan kepada buah yang memang manis sesuai kemauan pembeli. Sepengalaman saya kalau membeli sesuatu, si penjual biasanya mempromosikan buahnya dengan serangkaian kata sifat yg menunjukan pesona sang buah, yang penting buahnya laku. Tapi si Mpok selalu berkata, "Jangan yang ini,,, Jangan yang itu,,,. Besok baru belanja lagi". Padahal masih ada 2-3 semangka yang tersisa di rak buah. Mungkin dia tidak mau mengecewakan pelanggannya. 

Hari itu saya niat membeli buah apel hijau yang tergeletak di sebelah luar rak dagang, jauh dari sudut lihat si Mpok. Bentuknya  sebesar gambar di atas, namun diselingi warna agak ranum merah-merah hati (kombinasi hijau dan merah). Sekilas terbesit di hati rasanya manis sekali sehingga menggugah keinginan untuk membeli 8 buah. Istri pun bertanya ke si Mpok harga apel nya. Harganya lumayan terjangkau dan kesepakatan pun terjadi. Istri tidak hanya belanja buah apel,  tetapi juga dia belanja kebutuhan dapur lain nya untuk 2 hari ke depan. 

Setelah membayar belanjaan apel,  bumbu dapur serta sayur mayur,  kami pun keluar untuk pulang. Di perjalanan,  saya pun meminta istri untuk membuka kantong plastik buah apel,  diambil nya satu apel dan diberikan ke saya. Tangan mulai menggosok-gosokkan buah apel ke kaos dengan maksud membersihkan nya dari kuman-kuman tangan "jahil" pembeli lain yang menyentuhnya. Buah apel yang ada di tangan pun perlahan meluncur ke atas dan berhenti di mulut. Krek, bunyi renyah gigitan di mulut saya memecah buah apel tersebut. Tetiba sekejab mata memicing,  mulut meringis,  dan air liur keluar ketika rasa yang sangat masam menjalar ke lidah. Saya lepehin gigitan apel yang ada di mulut. 

Saya langsung bertanya ke istri, "Lah ini mah bukan buah apel, ini mah mangga. Tepatnya mangga apel". 

"Buah Apel kok, si Mpok nya bilang gitu". Respon istri. 

"Et dah, kata buah mangga ini mah. Rasanya juga beda. Masa asem bangat. Mana banyak lagi belinya ampe 8. Gak ada yang mao makan ini mah. Cobain sedikit dah".

Lalu istri pun menggigit buah yang menurut saya bukan apel. Berharap respon yang sama,  dia malah berkata, "ini mah bener buah apel. Gak asem kok".

Laah ini orang "eror" apa saya yang 'eror" dalam hal rasa dan pendapat. Sepanjang perjalanan ke rumah kami cekcok hanya untuk sebuah rasa,  mangga atau apel. Terasa lucu memang. 

Sesampai nya di depan rumah,  ada bapak yang duduk di bangku sedang kongko bersama kakak perempuan saya dan ibu saya. Sambil menyodorkan plastik berisi buah "apel", saya pun berkata, "Cobain deh, manis nggak apel nya?" Dalam hati berkata, siapa tahu varian rasa yang lainnya beda. 

"Kayaknya manis banget apel nya. Beli di mana?" Kakak saya bertanya sambil menyomot satu buah apel dan digigit nya. Dengan penasaran saya pun menunggu reaksi dari wajah kakak saya yang satu ini.  Yups,  reaksi mata,  mulut, air liur,  dan ekspresi kata-kata yang meluncur sama seperti saya.  Yups,  sama persis. 

"Ini mah mangga, asem banget. Apel pala luh" Dia mengomel sambil memasukan kembali buah "apel" yang sudah tergigit layaknya logo Apple perusahaan teknologi yang terkenal itu ke dalam plastik semula. 

"Emang kayak apel sih bentuk nya". Kata kakak saya seraya berpaling pulang ke rumah nya mengakhiri percakapan dengan kedua ibu bapak. Sepertinya bapak dan ibu tidak mau buah "apel" setelah tahu rasanya.  

"Iya, aku menang. Kata mangga gek. Masih ora percaya. Apel bae katanya". Nyerocos ku kepada istri ku. Sambil tersenyum dia pun melihat buah tersebut dalam plastik dan berkata,  "Ya udah dibuatin asinan mangga aja. Nanti aku kupas dan irisin kecil-kecil". 

"Yaudah, terserah. Gak jadi makan buah deh". Kata ku,  sambil masuk ke dalam rumah. 

Kesalahan bukan pada orang lain dalam hal ini si penjual,  tapi saya sendiri karena waktu membeli buah "apel" tersebut tanpa memilih saya langsung masukan ke dalam plastik hitam untuk dikiloin si Mpok. Alhasil,  si Mpok nya tidak tahu kalau saya mengambil buah yang salah, yaitu buah mangga apel. Maklum mungkin karena hari sudah agak gelap menjelang magrib. Sejak itu, tidak pernah lagi memakan buah mangga ini secara langsung jika dirasa masih hijau atau kombinasi hijau merah memanjakan mata. 

Selamat beraktifitas dan menghayal rasa. Inilah ilustrasi gambaran buah yang saya kira apel, sama persis namun dengan kulit yang lebih mengkilap dan klimis.

Wassalam 

Bekasi,  Minggu 11 Juli 2021

Muhidin

Tidak ada komentar: